Manado, sudara.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia gelar Rapat Koordinasi Organisasi Pengawas Pemilu bagi Stakeholder Pemilu di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Pemateri yang dihadirkan saat itu, mengajak masyarakat terlibat dalam pengawasan pemilu serta mengungkap kecurangan.
Krisdianto Maradesa yang menjadi salah satu pemateri dari kegiatan Rapat Bawaslu RI di Hotel Peninsula, Jumat (5/4) sekitar pukul 16.00 Wita mengatakan masih banyak yang salah kaprah alias menanggapi tugas dari Bawaslu usai berganti nama yang sebelumnya pengawasan pemilu.
“Bawaslu membawa konsep kolektif kolegial, dalam struktur contoh di Manado konsep kolektif kolegial dibuat rapat pleno merupakan keputusan tertinggi dalam pengambilan keputusan,” ujarnya, Jumat (5/4/2024), didepan peserta yang hadir dari berbagai kelompok masyarakat dan organisasi mahasiswa.
Dirinya mengatakan begitu pula dengan tugas anggota Bawaslu. Mereka (anggota Bawaslu) harus membagi tugas secara regional untuk memimpin pengawasan tingkat dibawahnya agar Pemilu berjalan sesuai dengan regulasi. Krisdianto mencotohkan Herwyn Malonda sebagai Anggota Bawaslu RI yang bertanggungjawab atas pengawasan di bagian Indonesia timur.
Namun, jika terdapat temuan atau permasalahan akan dibahas pada rapat pleno yang melibatkan seluruh Anggota Bawaslu tidak ditentukan secara personal.
“Tugasnya kolektif kolegial ketua dan anggota penting dalam mengedepankan musyawarah. Jika berbeda pendapat dalam musyawarah (untuk menentukan keputusan) maka dibuat voting,” terangnya.
Krisdianto yang kerap menjadi salah satu Tim Seleksi anggota Bawaslu di Kabupaten/kota di Indonesia menuturkan saat ini Bawaslu memiliki perangkat dari tingkat nasional hingga per TPS dalam mengawasi Pemilu agar berjalan sesuai regulasi.
“(Ada Tingkatan) Bawaslu RI, Provinsi, Kabupaten kota, Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) serta Pengawas TPS (PTPS),” terangnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo yang juga menjadi pemateri mengatakan kecurangan pemilu kerap terjadi dibagian hulu dari perangkat pengawas.
“Banyak terjadi kecurangan di ujung tombak atau hulu seperti di tingkat (Pengawasan) Kecamatan, terkadang terjadi pengelembungan suara,” kata Karyono.
Meski begitu, Karyono menjelaskan Indonesia memiliki perangkat pemilihan yang lengkap untuk menjalankan pemilu dengan adanya 3 instrumen pemilu yaitu KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jadi jika terdapat pelanggaran akan disangsi secara tegas agar ada effek jerah.
“KPU dibawasi oleh Bawaslu. KPU dan Bawaslu diawasi juga oleh DKPP,” tambah Karyono.
Karyono menjelaskan tidak hanya sistem yang baik akan menentukan kualitas pemilu namun juga integritas dari penyelenggara terkhusus di pengawasan sangat menentukan serta partisipasi dari masyarakat dalam mengawasi setiap jalannya pemilihan.
“Jika Pengawas dari masyarakat hanya diharapkan dari kalangan aktivis sebagai volunteer, sangatlah sedikit karena mereka (Aktivis) kelompok minoritas. Pengawas (Bawaslu) juga harus kreatif dalam melibatkan masyarakat lainnya contoh memberikan saimbara jika berhasil menemukan kecurangan seperti money politic dan berani menjadi saksi akan mendapatkan hadiah,” jelasnya.
