Jakarta, SUDARA.ID – “Perusahaan tidak boleh menahan ijazah karyawannya”, menjadi kesimpulan epik dari pernyataan Menteri Ketenagakerjaan, Prof. Yassierli Ph.D, saat secara resmi menerbitkan Surat Edaran (SE), yang menyatakan bahwa ijazah ataupun dokumen pribadi tidak diperbolehkan menjadi syarat dan jaminan untuk bekerja di perusahaan.
Kebijakan strategis tersebut diumumkannya saat momentum peringatan Hari Kebangkitan Nasional, yang telah dituangkan dalam bentuk Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia nomor M/5/HK.04.00/V/2025, tertanggal 20 Mei 2025.
“Saya selaku Menteri Ketenagakerjaan, beserta jajaran menerbitkan Surat Edaran Nomor M/5/HK.04.00/V/2025, tentang larangan penahanan ijazah, dan atau dokumen pribadi milik pekerja atau buruh, oleh pemberi kerja,” buka Menteri Yassierli didampingi Wamenaker, Immanuel Ebenezer.
Menteri menyampaikan bahwa ijazah maupun dokumen pribadi dilarang dijadikan syarat, ataupun dijadikan objek jaminan saat akan menerima karyawan baru.
“Pemberi kerja dilarang mensyaratkan, dan atau menahan ijazah, dan atau dokumen pribadi milik pekerja sebagai jaminan sebagai jaminan untuk pekerja,” tegas Yassierli.
“Yang dimaksud dokumen pribadi, yaitu adalah dokumen asli berupa sertifikat, kompetensi, paspor atau akta kelahiran, buku nikah dan buku pemilik kendaraan bermotor,” urai Menteri.
Mengingat penahanan ijazah ini sering kali terjadi disaat seorang staf atau karyawan akan pindah ataupun berhenti berkerja dari perusahaan yang bersangkutan, Menteri Yassierli mengingatkan,
“Pemberi kerja juga dilarang menghalangi atau menghambat para pekerja untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak,” ujarnya.
Sementara dari sisi para pekerja ataupun karyawan, Menteri juga turut mengingatkan, “Sedangkan bagi calon pekerja, atau pekerja atau buruh, perlu untuk mencermati dan memahami isi perjanjian kerja, terutama jika terdapat ketentuan yang mensyaratkan penyerahan ijazah dan atau dokumen pribadi, sebagai jaminan untuk bekerja,” pesan Menteri Yassierli.
Namun, melalui Surat Edaran tersebut disampaikan pula, bahwa dalam situasi atau hal tertentu, penahanan dokumen hanya bisa dilakukan apabila ijazah atau sertifikat kompetensi tersebut diperoleh dari pendidikan ataupun pelatihan yang dibiayai oleh perusahaan, yang telah dituangkan didalam sebuah perjanjian tertulis yang sah secara hukum.
“Surat edaran ini juga memberikan pedoman, bahwa dalam hal terdapat kepentingan mendesak yang dibenarkan secara hukum, untuk adanya persyaratan penyerahan ijazah, dan atau sertifikat kompetensi, hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut, Ijazah dan atau sertifikat kompetensi tersebut diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang dibiayai oleh pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja tertulis,” terang Menteri.
Namun demikian, dalam kondisi ini, pemberi kerja wajib menjaga keamanan dokumen dan bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang terjadi.
“Pemberi kerja wajib menjamin keamanan ijazah, dan atau sertifikat kompetensi yang disimpan, dan memberikan ganti rugi kepada pekerja, apabila ijazah, dan atau sertifikat kompetensi tersebut rusak atau hilang,” tandas Menteri Yassierli.
Dengan terbitnya surat edaran tentang pelarangan penahanan ijazah oleh perusahaan dengan ruang pengecualian yang sangat terbatas dan diatur secara ketat ini, telah menunjukkan bagaimana praktik-praktik yang sekian lama telah merugikan para pekerja dan telah dianggap sebagai sesuatu yang “lazim”, sekarang sudah tidak memiliki tempat lagi di dunia kerja yang sehat dan adil di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Kebijakan strategis pemerintah dalam melindungi hak-hak para pekerja ini, tentunya telah memberikan atmosfer baru bagi profesionalisme hubungan industrial yang efektif dan berkelanjutan di Indonesia.