Manado, sudara.id – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Utara (Sulut) telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Mobile Lab 4 PCR di Dinas Kesehatan Kota Manado tahun anggaran 2020.
Kedua tersangka tersebut adalah SFWR, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan BP, selaku pihak penyedia.
Hal ini diungkapkan oleh Dirreskrimsus Polda Sulut, Kombes Pol FX Winardi Prabowo, dalam konferensi pers di aula Tribrata Polda Sulut, Rabu (5/3/2025).
“Penyidikan perkara ini oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dinyatakan sudah lengkap. Rencananya, penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) akan dilakukan pada Kamis, 6 Maret 2025,” ujar Kombes Pol FX Winardi Prabowo.
Modus Operandi dan Kerugian Negara
Menurut Dirreskrimsus, SFWR diduga menunjuk penyedia pengadaan Mobile Lab 4 PCR tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.
“Ia membuat dokumen kontrak pengadaan tanpa berdasarkan dokumen kewajaran harga, hanya mengandalkan faktur penjualan dari penyedia,” jelasnya.
Sementara itu, BP sebagai pihak penyedia diduga menyerahkan dokumen kewajaran harga yang tidak sesuai dengan aturan.
Kasus ini bermula pada Juli 2020, ketika Dinas Kesehatan Kota Manado melaksanakan pengadaan Mobile Lab 4 PCR untuk penanganan Covid-19.
Proses pengadaan dilakukan oleh SFWR selaku PPK, yang menunjuk BP selaku Direktur CV. PN sebagai penyedia.
Pada September 2020, kontrak pengadaan senilai Rp8,7 miliar ditandatangani, dan satu unit Mobile Lab 4 PCR diserahkan ke Dinkes Manado.
“Modusnya, penyedia menyerahkan nilai pembelian barang yang tidak sesuai dengan nilai sebenarnya, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3,897 miliar,” tambah Wakapolda Sulut, Brigjen Pol Bahagia Dachi.
Proses Penyidikan
Penyidik telah memeriksa 32 orang saksi dan 3 orang saksi ahli, yaitu ahli pengelolaan keuangan daerah, ahli pengadaan barang/jasa pemerintah, dan ahli akuntansi dan auditing dari BPKP.
Kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara seumur hidup atau 4 hingga 20 tahun penjara, serta denda minimal Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Pengembangan Kasus
Wakapolda Sulut menegaskan bahwa penyidikan akan dilanjutkan untuk mengungkap kemungkinan adanya tersangka baru.
“Kami akan berkoordinasi dengan BPKP dan menelusuri aliran dana korupsi. Tidak menutup kemungkinan kasus ini akan dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang,” ujar Brigjen Pol Bahagia Dachi.
Kasus ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara untuk proses lebih lanjut.
Polda Sulut berharap, penanganan kasus ini dapat menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang berpotensi melakukan tindakan serupa di masa depan. Mz