Manado, SUDARA.ID – Ribuan warga menghadiri Pagelaran festival seni budaya Bantik dalam rangkaian peringatan 75 Tahun gugurnya Sang Pahlawan Nasional asal Suku Bantik, Robert Wolter Mongisidi yang digelar dalam nuansa yang sakral penuh khidmat di Lapangan Bantik, Malalayang, Kota Manado, Kamis (5/8/2024).
Terpantau di lokasi, tenda besar yang disiapkan panitia, tidak cukup menampung ribuan warga yang sangat antusias mengikuti detik-detik peringatan gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi.
Unsur 3 Matra TNI dan Kepolisian beserta pemerintah daerah Sulawesi Utara (Sulut) dan Kota Manado, tampil bersama para pemangku adat Suku Bantik di panggung kehormatan.
Ketua Lembaga Pemangku Adat Anak Suku Bantik Pdt.Max Tontey MTh mengawali acara dengan membacakan laporan kegiatan, yang diikuti dengan sambutan Gubernur Sulut Olly Dondokambey, yang dibacakan oleh Kadis Perpustakaan dan Arsip Daerah, Theresia Sompie SH MSi dan dilanjutkan dengan sambutan Walikota Manado, Andrei Angouw yang hadir didampingi Wakil Walikota dr. Richard Sualang sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan yang dalam atas pengorbanan Sang Pahlawan Wolter Mongisidi.
Selanjutnya, Tarian Mahambak khas Suku Bantik dipentaskan sebagai wujud ungkapan syukur dan sukacita atas berhimpunannya masyarakat Suku Bantik dalam satu rasa penuh rasa kekeluargaan.
Suasana sakral seketika menyelimuti lokasi kegiatan, tatkala Letkol Purnawirawan Robby Mongisidi, Sang adik Kandung Wolter Mongisidi melalui prosesi ritual budaya Manahumama, Mangompu (berdoa) Sumabu Duata (kepada Tuhan) untuk menghadirkan roh atau arwah Sang Pahlawan Wolter Mongisidi (Mabu Makanayang) melalui seorang perantara.
Beberapa pesan terlihat disampaikan melalui Sang Perantara selama prosesi tersebut, diantaranya, ” Jangan mengeluh, jangan saling menyalahkan,” ungkap Sang Perantara.
Tidak berselang lama, pekikan “merdeka!” diteriakkan Sang Perantara sebagai tanda hadirnya roh Sang Pahlawan Robert Wolter Mongisidi.
“Aku tidak akan goyah melihat moncong senjatamu, walau moncong senjata meluluhlantakkan bangsaku, negaraku. Aku tidak takut sampai tetesan darah terakhir membasahi bumi. Jangan tutup mataku. Besarkan hatimu, besarkan hatimu! Hai saudaraku, tembak aku wahai saudaraku. Karena aku membela saudara-saudaramu juga. Aku membela, kuberikan jasadku, Merdeka!,” ucapnya penuh lantang sebagai gambaran saat dirinya dieksekusi mati.
Letkol Purnawirawan Robby Mongisidi usai prosesi adat tersebut menerangkan, “perlu saya jelaskan, waktu Wolter ditembak, 4 butir di dada kiri, satu butir diperut, satu butir di dada kanan, satu butir di pelipispelipis, satu butir di ketiak kiri tembus ketiak kanan. Peluru yang mengenai tubuh Wolter ada 8 buah peluru. Wolter gugur di usia 24 tahun 6 bukan 2 hari. Terima kasih,” tutup Robby Mongisidi.
Acara peringatan ini turut dihadiri oleh 2 mantan Pangdam XIII/Merdeka, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Alfret Denny Djoike Tuejeh, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Wanti Waranei Franky Mamahit S.H., M.Si, Kapolda Sulut diwakili oleh Dir Binmas Polda Sulut Kombes. Pol. Anis Victor Brugman, S.I.K, Pangdam XIII/Merdeka diwakili oleh Aster Kasdam XIII/Merdeka Kolonel Arm. Sumanto, Dan Lantamal VIII Manado diwakili oleh Aspotmar Dan Lantamal VIII Manado Kolonel Laut Norman Faizal STr Hanla, Dan Lanud Sri Manado diwakili oleh Kadispotdirga Kolonel Tek Lodewijk Makitulung, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Utara, Brigjen Pol. R. Pitra Andrias Ratulangi, S.I.K., M.M.
Usai prosesi adat, acara dilanjut dengan pagelaran seni budaya Suku Bantik.