Billy B. Matindas, Kuasa Hukum Keluarga Tampi mewakili pihak Tergugat dalam perkara perdata tanah di Minahasa.
Minahasa, sudara.id – Seorang oknum Pengacara LCS di Minahasa dilaporkan ke Polda Sulawesi Utara (Sulut) gegara ceroboh beli tanah sengketa di Tondano. Tanah tersebut bermasalah hingga ke ranah perdata.
Perkara hukum terkait kasus tanah yg terletak di Desa Kolongan Atas, Kecamatan Sonder Minahasa berimbas dilaporkannya seorang oknum pengacara bernama Louis Carl Schramm ke Polda Sulut, terus berlanjut. Kalau tahun lalu, kasus ini bergulir dalam ranah pidana yang ketika itu telah naik sampai tingkat Penyidikan, kali ini merambat memasuki ranah hukum perdata.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Erenst Jannes Ulaen, S.H., M.H., dengan anggota Nur Dewi Sundari, S.H., M.H., dan Dominggus Adrian Puturuhu, S.H., M.H., tersebut dalam pertimbangan hukumnya dengan tegas menyatakan,
“Penggugat (Louis Carl Schramm) seharusnya jeli dan teliti dalam hal melakukan pembelian tanah objek sengketa, pembeli tidak dapat dikualifikasikan sebagai pembeli beritikad baik karena pembelian dilakukan dengan ceroboh.
“Ialah pada saat pembelian sama sekali tidak meneliti hak dan status tanah terperkara, karenanya ia tidak pantas untuk dilindungi”. ujar Jannes Kamis, (30/5/2024).
Kendati telah menduduki bahkan telah menikmati hasil tanah yang belum jelas mereka miliki tersebut selama bertahun-tahun, namun karena ragu LCS pun mengajukan gugatan atas kepemilikan tanah melalui Pengadilan Negeri Tondano.
Namun gugatan itu malah menjadi bumerang bagi oknum pengacara tersebut, karena ternyata lewat Putusan Nomor 126/Pdt.G/2023/PN.Tnn, gugatan Penggugat (Louis Carl Schramm) ditolak seluruhnya.
LCS pun dilaporkan oleh Keluarga Tampi ke Polda Sulut, karena pada tahun 2014 memproses penerbitan SHM Nomor 357 di BPN Minahasa atas tanah yang sudah bersertifikat, yaitu SHM Nomor 79 milik Keluarga Tampi yang terbit sejak tahun 1982 dan telah dilakukan pengecekan di BPN Minahasa tahun 2019 serta dinyatakan “telah sesuai daftar” oleh kantor agraria.
Hal yang janggal pula, Kepala BPN Minahasa pada saat itu yang dijabat oleh Sylvana Ellen Senduk, tetap memproses permohonan sertifikat LCS, padahal sudah tahu persis bahwa di atas tanah itu sudah ada sertifikatnya.
Donald Anis, seorang pensiunan pegawai BPN yang dihadirkan di pengadilan selaku ahli pun berpendapat, “Apabila (Kepala) BPN melakukan penarikan atau pembatalan sertifikat (milik Tergugat, Keluarga Tampi) tanpa ada putusan pengadilan berarti proses itu cacat dan ada sanksi, contohnya ditegur atau ditunda kenaikan pangkat atau jabatan dicabut,” bebernya.
Menurut Billy B. Matindas, Kuasa Hukum Keluarga Tampi, yg mewakili pihak Tergugat dalam perkara perdata itu.
“Putusan hakim sudah tepat, hakim memutus berdasarkan hukum tanpa melihat kedudukan pihak yang berperkara, demikianlah seharusnya penerapan hukum murni,” ucapnya.
“Putusan ini harusnya menjadi amunisi bagi kawan-kawan di Polda untuk melanjutkan penanganan perkara pidana terkait kasus ini”, lanjutnya.
Selaku warga masyarakat yang taat hukum, kita tentunya berharap semua pihak terkait dapat melaksanakan hak dan kewajiban hukumnya, demi Indonesia yang lebih baik. Mz*