Manado, SUDARA.ID – Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sulut menetapkan dua orang tersangka atas dugaan kasus korupsi proyek pengadaan mobil laboratorium tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Manado tahun 2020, dengan nilai anggaran Rp.8,7 miliar.
Steve FWR dalam statusnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Budi Purnama dalam statusnya sebagai Direktur CV Pratama Nusantara, resmi ditetapkan pihak Kepolisian sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dengan ancaman hukuman kurungan badan dalam waktu yang yang lama.
Penetapan tersangka itu diumumkan oleh Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Michael Irwan Thamsil bersama Dirreskrimus Polda Sulut, Kombes Pol Ganda Saragih dalam gelar konferensi pers di Ruang Tribrata Mapolda Sulut, Rabu (20/11/2024) siang.
“Modus penyedia menyerahkan nilai pembelian barang yang tidak sesuai dengan nilai pembelian yang sebenarnya, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3.897.500.000,” sebut Kabid Humas.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kombes Thamsil juga menginformasikan bahwa kedua tersangka diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
“Ancaman hukumannya sangat berat, dan kita terus mendalami kasus ini. Kami juga melihat potensi adanya tersangka lain,” ujar Thamsil, Rabu (20/11/2024).
Sementara Dirreskrimus Polda Sulut, Kombes Pol Ganda Saragih dalam penjelasannya menyampaikan bahwa kejadian ini berawal pada Juli 2020, saat Dinas Kesehatan Manado melakukan pengadaan mobil laboratorium PCR untuk penanggulangan pandemi Covid-19.
Steve FWR sebagai PPK membuat surat pesanan untuk menunjuk penyedia barang, yang dalam hal ini adalah CV Pratama Nusantara yang dipimpin oleh Budi Purnama.
Pada awal September 2020, kontrak pengadaan dengan nilai sebesar Rp 8,7 miliar pun ditandatangani. Namun, proses pengadaan tersebut kemudian terungkap menyimpan penyimpangan. Dalam prosesnya, ditemukan bahwa barang yang diterima tidak sesuai dengan nilai pembelian yang sebenarnya.
“Modus yang dilakukan adalah dengan menyerahkan laporan pembelian yang tidak mencerminkan harga sebenarnya, sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 3,8 miliar,” jelas Saragih.
Kasus ini kini terus didalami oleh Polda Sulut, dengan harapan dapat mengungkap lebih banyak fakta terkait dugaan praktik korupsi dalam proyek pengadaan ini. Dirreskrimum Polda Sulut, Kombes Pol Ganda Saragih, menambahkan bahwa pemeriksaan lebih lanjut terhadap para saksi dan tersangka bisa membuka potensi munculnya tersangka baru dalam kasus ini.
“Seiring dengan perkembangan penyidikan, kami akan terus melakukan pemeriksaan dan mendalami keterangan para saksi. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain,” ujar Saragih.