Manado, SUDARA.ID – Sidang Duplik perkara tindak pidana pemilu politik uang dengan terdakwa IWL alias Indra dan CL alias Christovel juga CL alias Cherly digelar dengan pembacaan duplik oleh Penasihat Hukum para terdakwa Kris Tumbel SH, yang berkesimpulan akan tetap pada pembelaan yang telah sampaikan pada sidang pledoi sebelumnya.
“Hari ini adalah agenda pemeriksaan terakhir baik dari jaksa penuntut umum maupun dari kami tim penasehat hukum dan untuk agenda duplik ada poin-poin yang kami tekankan, padahal sebenarnya kami menyimpulkan tetap pada pembelaan kami,” ujar Tumbel usai sidang kroada para awak media, Jumat (14/6/2024) malam.
“Pada intinya memang yang pertama, bahwa terkait dengan barang bukti yang masuk pada alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu 2 buah amplop kosong. Barang bukti seperti ini tentunya menjadi keragu-raguan bagi kami semua. Bukan cuma kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa, tetapi semua orang tidak tahu kejelasannya ini, amplop kosong ini darimana. Kan bisa saja diskenariokan untuk bisa mendiskriminasi seseorang,” lontar Kris Tumbel yang saat itu turut didampingi rekan Tim PH Vico Judi SH dan Agung Alexander SH.
“Terus yang kedua, memang kami sudah mengurai di dalam pembelaan kami terkait dengan unsur dari pasal 523 ayat 2 yang didakwakan kepada para terdakwa, lewat pembuktian dan pemeriksaan itu semua berbeda jauh dari fakta dan tidak memenuhi unsur yang didakwakan,” lanjutnya.
“Dan yang ketiga, ini salah satu poin yang paling penting, yang semua harus tahu yaitu sedari awal kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa sudah mengemukakan bahwasannya memang Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana dan tindak pidana pemilihan umum ini, sama limitasinya yang tertuang di dalam undang-undang nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2018 tentang kewenangan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara ini, yaitu tidak boleh melebihi 7 hari setelah pelimpahan berkas,” sebut Tumbel.
Kris Tumbel pun pada kesempatan itu mengungkapkan bahwa perkara yang serupa sebelumnya sudah pernah di putuskan di PN Tahuna pada tahun 2018 yang lalu.
“Dan, putusan yang kami inginkan ini sudah pernah diputuskan sebelumnya, pada putusan Pengadilan Negeri Tahuna tahun 2018, sehingga ini sudah menjadi yurisprudensi dan kemudian ini menjadi juga bahan kami membantu Pengadilan Negeri untuk memutus perkara ini sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” beber Tumbel.
Kris Tumbel juga menanggapi terkait dengan SOP di Pengadilan Negeri dengan mengatakan, “Tidak boleh SOP, aturan di bawah undang-undang, melebihi atau bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, jadi disini sudah sangat jelas, baik substansi perbuatan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum maupun limitasi dari pemeriksa tindak pidana Pemilu sesuai dengan undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 plus Perma nomor 1 tahun 2018 yang pada intinya mengatur tentang kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini sudah selesai. Kami juga menghormati setiap SOP yang ada, tetapi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang berlaku peraturan yang ada di bawahnya,” Tandas Tumbel.
Karenanya, pada duplik yang dibacakannya pada saat persidangan, Tim PH memohon kepada Majelis Hakim untuk mengembalikan berkas perkara.
“Setidaknya, setidaknya mengembalikan berkas perkara untuk tidak dapat dilanjutkan lagi, artinya kalau tidak dikembalikan, ya putusannya bebas. Putusannya bebas untuk substansi dari perbuatan atas dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum dan melihat limitasi waktu yang diatur dalam undang-undang dan peraturan Mahkamah Agung,” lugasnya.
Kris Tumbel dan rekan penasihat hukum pun mengungkapkan keyakinannya akan kebebasan kliennya atas putusan Majelis Hakim yang dijadwalkan akan disampaikan pada Persidangan Rabu mendatang tanggal 19 Juni 2024.
“Sebagai pengacara, yakin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak boleh tanpa ada dasar hukum yang jelas. Kan kemarin, ahli dari jaksa penuntut umum untuk menangkis pertanyaan kami, bahwasannya menurut kami..,menurut saya.., menurut kami..,tidak ada kejelasan hukum atau tidak ada dasar hukum yang dikemukakan,” pungkasnya.
Disisi lain, sebelumnya Tim Jaksa Penuntut Umum, yang diwakili oleh Roger Van Hermanus SH MH dan Stenly Pratasik SH MH, Bryan Tambuwun SH, dalam bagian dari replik yang disampaikannya menyatakan, “Bahwa pembelaan yang diajukan PH tidak mengurai unsur dakwaan kepada para terdakwa, maka kami tetap pada tuntutan, baik untuk terdakwa IWL alias Indra, CL maupun Christovel dan CL alias Cerly,” tandas Hermanus.
Diketahui, pada sidang Rabu (12/6) lalu, JPU menuntut terdakwa IWL dan CL dengan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp. 20.000.000,- subsidiar 1 bulan pidana kurungan, serta membayar biaya perkara Rp 5.000, dan menuntut terdakwa Cherly dengan 6 bulan penjara berikut denda Rp.5.000.000, subsidiar 1 tahun kurungan serta membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.