Diskusi Publik yang diadakan di Aula FISIP Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) bersama Komnas HAM pada Selasa, 30 Juli 2024.
Manado, sudara.id – Diskusi Publik bertema “Pemilu Berperspektif HAM: Mendesain Ulang, Mencegah Kematian.” yang digelar di Aula FISIP Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) pada Selasa, 30 Juli 2024, dihadiri langsung Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Pramono U. Tanthowi, MA.
Diskusi tersebut mengusulkan desain ulang pelaksanaan pemilu untuk mencegah kematian petugas.
Pramono Tanthowi menekankan pentingnya memperhatikan hak-hak fundamental dalam penyelenggaraan pemilu, seperti hak memilih, hak dipilih, hak atas informasi, kebebasan berpendapat, dan hak atas kesehatan.
“Pemilu seharusnya tidak hanya memberikan legitimasi politik, tetapi juga harus menghormati HAM,” jelasnya dalam presentasi yang dihadiri oleh sejumlah akademisi dan praktisi.
Dalam presentasinya, Pramono mengkritik perspektif politik dan teknis yang selama ini mendominasi penyelenggaraan pemilu. Ia menyebutkan,
“Data menunjukkan tingginya jumlah kematian petugas pemilu, dengan 153 orang pada 2014, 894 orang pada 2019, dan 289 orang pada 2024.” terangnya.
Pramono menyebutkan bahwa beban kerja yang berat, termasuk kerja penuh selama tiga hari dua malam, berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka kematian.
Pramono juga mencatat bahwa perbaikan teknis seperti pembatasan usia dan pelatihan belum cukup efektif dalam mengatasi masalah tersebut.
“Perbaikan teknis yang dilakukan, seperti pembatasan usia dan pelatihan, belum cukup untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.
Sebagai solusi, Pramono mengusulkan pemisahan pemilu menjadi dua tahap, yakni pemilu nasional dan lokal dengan jarak waktu 2,5 tahun.
“Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban kerja petugas dan meningkatkan kualitas pelaksanaan pemilu,” tambahnya.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Dekan FISIP UNSRAT, Prof. Dr. Ferry Daud Liando, yang menyampaikan pandangannya mengenai implementasi hak asasi manusia dalam pemilu.
Selain itu, Akademisi Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT, Jovan Panelewen, serta Komisioner KPU Sulawesi Utara, Meidy Tinangon, turut memberikan pandangan mereka terkait topik tersebut.
Diskusi ini diharapkan dapat mendorong perubahan positif dalam pelaksanaan pemilu yang lebih memperhatikan aspek hak asasi manusia dan keselamatan petugas. Mz*