Manado, SUDARA.ID – Sidang Ketiga perkara pidana pemilu politik uang Liempepas bersaudara bergulir di ruang sidang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali SH MH Pengadilan Negeri (PN) Manado, Selasa (11/6/2024) malam, dengan menghadirkan pakar hukum pidana Unsrat, Dr. Rodrigo Elias.
Rodrigo Elias dihadirkan Penasihat Hukum terdakwa, Kris Tumbel SH dan rekan untuk menyampaikan keterangan terkait daluwarsanya suatu perkara pidana pemilu, menurut pasal 3 ayat 1 Perma 1 tahun 2018.
Rodrigo Elias mulai memberikan keterangan terkait pasal ini setelah sebelumnya Kris Tumbel SH mengajukan pertanyaan terkait pendapat dirinya sebagai pakar hukum tentang waktu pemeriksaan perkara pidana pemilu, menurut Perma nomor 1 tahun 2018 pasal 3 yang menyebutkan bahwa pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana pemilihan dan tindak pidana pemilu paling lama tujuh hari setelah pelimpahan berkas perkara.
Menurut Rodrigo, satu hari setelah pelimpahan berkas ke PN, dihitung sebagai hari pertama untuk 7 hari kedepan.
“Menurut pendapat saya, jika bunyinya sudah demikian, maka artinya pemeriksaan perkara pidana pemilu harus diselesaikan dalam waktu paling tujuh hari setelah berkas dilimpahkan. Artinya, satu hari sesudahnya sudah dihitung hari pertama sampai tujuh hari kerja kedepan, tidak boleh lewat agar tidak kedaluwarsa,” katanya.
Selanjutnya, menanggapi pertanyaan terkait bisa tidaknya seorang saksi pelapor memberikan keterangan dalam persidangan, Rodrigo berpendapat hal tersebut boleh-boleh saja, selama memberikan keterangan yang berkaitan dengan perkara yang ditanyakan.
Namun menanggapi pendapat saksi ahli terkait waktu daluwarsa, Hakim Ketua Iriyanto Tiranda SH MH bertanya, apakah saksi selaku ahli, tahu bahwa di setiap instansi itu ada SOP, demikian juga Pengadilan Negeri, ada standar kerjanya dalam menetapkan persidangan dan selalu mengacu pada regulasi.
“Jadi jika mengacu pada Perma 1/2018 pasal 3, anda bilang paling lambat tujuh harus sudah harus diputuskan, apakah harus langsung disidangkan begitu masuk di PN, lalu kapan waktunya kami memberitahukan para pihak, menyampaikan pada mereka untuk menghadirkan saksi untuk bersidang? tetapi adalah hak anda sebagai ahli untuk berpendapat,” kata Tiranda.
Hakim juga menyesalkan saksi ahli yang tidak menguasai 11 tahapan pemilu, sebab menurutnya, sebagai ahli harus bisa menguasai semua tahapan pemilu, sehingga bisa menjawab pertanyaan saat diminta menjadi saksi dalam sidang yang berkaitan dengan pidana pemilu seperti ini.
Sedangkan pihak penuntut umum, yang minta saksi menjabarkan kondisinya dalam kapasitas sebagai ahli dalam perkara pidana pemilu, juga bingung sebab tak dijawab sesuai pertanyaan, sehingga harus diulang sampai dua kali. Penuntut umum juga bertanya pendapat ahli mengenai bunyi pasal 523 ayat 1, 2 dan 3 UU nomor 7/2017, apakah masuk dalam syarat formil atau materil perkara.
Usai sidang, Jaksa Taufiq Fauzi SH MH mengatakan pihaknya telah siap dengan tuntutan, yang akan disampaikan dalam persidangan Rabu (12/6) esok. Demikian juga mengenai ahli, Fauzi menegaskan keyakinannya bahwa saksi ahli yang dihadirkan JPU pada Senin malam lalu, adalah saksi ahli yang sangat kompeten, yang mampu menjelaskan mengenai semua pidana pemilu.
Di sisi lain, Kris Tumbel juga menyatakan keyakinanya bahwa perkara tersebut sudah seharusnya daluwarsa dan tak perlu dilanjutkan bila mengacu kepada Perma 1/2018, apalagi menurutnya hal tersebut ditetapkan dalam UU nomor 7/2017 yang statusnya lebih tinggi dari PP atau peraturan lainnya. (**)